RSUD Kabanjahe, Kabupaten Karo

Gunung Sinabung meletus pada pertengahan 2013. Pengungsi pun bertebaran. Tanggap darurat pun digelar, Tapi Gunung Sinabung tak kunjung kalem. Walhasil, setiap kali akan berakhir, masa tanggap darurat terus-menerus diperpanjang. Tahun ini saja, tanggap darurat mulanya diperpanjang hingga 4 Januari 2014, dari semula 21 Desember 2013. Lalu diperpanjang lagi hingga 18 Januari 2014. Per 18 Januari, jumlah pengungsi sudah mencapai 27.671 orang, atau 8.647 kepala keluarga, dan tersebar pada 41 titik pengungsian.

Tepat 1 Februari 2014, Gunung Sinabung meletus lagi, setelah sejak 6 Januari mulai bererupsi. Awan panas kembali menyiram dan akhirnya terdata 14 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka di Desa Sukameriah, Kecamatan Payung. Tujuh korban tewas diantaranya adalah mahasiswa yang jadi relawan. Tanggap darurat pun bersambung lagi. Sabtu lalu, 8 Februari, masa tanggap darurat yang mestinya berakhir, kembali diperpanjang hingga 15 Februari mendatang. Dan kabar terakhir dari BNPB, jumlah korban tewas akhirnya menjadi 17 orang.

Sejak Gunung Sinabung meletus, RSUD Kabanjahe jadi pusat perhatian orang se-Indonesia, dan mungkin juga sejagad. Maklum, sebagian teramat besar korban letusan dibawa atau dirawat di rumah sakit pelat merah itu. Tapi sebenarnya, jauh sebelum bencana Sinabung terjadi pun, rumah sakit yang berada di pusat kota ini, hanya dua kilometer dari kantor bupati, selalu jadi sorotan. Mudah ditebak: disorot karena soal korupsi. Pada 2010, Dirut Suara Ginting mengundurkan diri karena harus menjadi tersangka korupsi pengadaan alkes dan dan pembanguan IGD senilai Rp 1,4 miliar. Namun akhirnya, pengadilan menjatuhkan vonis bebas.

Tahun lalu, dirut berikutnya, Dr Terry Surbakti, hanya sempat menjabat selama beberapa bulan. Ia harus mundur karena jadi tersangka korupsi pengadaan alat kesehatan. Sepeninggal Terry, dua orang PLT sempat menggantikannya: Dr Jansen Perangin-angin dan Dr Jasura Pinem. Nama yang terakhir, sekarang resmi menjabat sebagai Dirut RSUD Kabanjahe.