Hotel Savoy Homann Bidakara, Asia-Afrika, Bandung

Konferensi Asia-Afrika ke-3 dan Peringatan 60 Tahun Konferensi Asia-Afrika berakhir sudah. Seperti dulu, saat KAA pertama 1955 dan KAA ke-2 2005, Hotel Savoy Homann Bidakara kembali jadi tempat menginap delegasi konferensi. Maklum, bersama Hotel Grand Preanger, hostel historis ini menjadi hotel terdekat dengan Gedung Merdeka, sentra kegiatan peringatan KAA; hanya perlu menyeberang jalan.

Para petinggi negara anggota KAA mungkin tak ada yang menginap di Hotel Savoy Homann. Soalnya, mereka memang pulang pergi saja Jakarta-Bandung, dengam memakai pesawat Boeing 737-800 yang disiapkan Garuda Indonesia, untuk menghadiri puncak Peringatan 60 Tahun KAA pada hari Jumat, 24 April 2015. Sedangkan petinggi lokal yang menginap di sana sejak hari Kamis adalah Mantan Presiden RI Megawati Soekarnoputri dan tentunya, anak buahnya, Presiden Joko Widodo.

Hotel Savoy Homann Bidakara memang hotel historis. Bukan cuma karena jadi tempat menginap delegasi KAA, tapi juga karena usianya. Menurut riwayatnya, di zaman kumpeni dulu, hotel ini dibangun pada tahun 1871, dengan nama Hotel Homann. Wujudnya adalah rumah panggung yang berdindingkan gedeg bambu dan beratapkan rumbia. Sempat berubah menjadi berdinding kayu, pada 1937 Hotel Homann direnovasi, diganti jadi gedung tembok, berarsitektur art-deco, rampung pada 1939, dan berganti nama jadi Hotel Savoy. Belum lama menikmati wajah barunya, Jepang keburu datang. Hotel Savoy pun dijadikan asrama tentara Jepang.

Saat Jepang minggat, dan Indonesia merdeka, Hotel Savoy jadi markas Palang Merah Internasional. Baru pada 1946 hotel ini dikembalikan ke pemilinya, Fr JA Van Es. Setelah menir Van Es meningal pada 1952, sang istri, Van Es van de Brink, meneruskan pengelolaannya. Setahun kemudian, karena ingin pulang kampung ke Belanda, hotel itu dijual ke pengusaha lokal RHM Saddak. Nama Hotel Savoy Homann pun lantas disematkan dan akhirnya dipakai jadi hotel KAA pertama pada 1955. Saat KAA, Presiden Soekarno menginap di kamar 244, Perdana Menteri RRC Zhou Enlai di kamar 344, dan PM India Jawaharlal Nehru di kamar 144.

Pada 1984, RHM Saddak menambah gedung baru 5 lantai di area hotel. Kamar hotel pun jadi bertambah 85 kamar. Dan akhirnya, 1987, hotel ini dijual ke PT Panghegar Group, pemilik hotel Panghegar. Bangunan hotel pun kembali ditambah, menjadi total 153 kamar, tapi tetap dengan mempertahankan gaya arsitektur hotel yang bergaya art-deco dan memang kebetulan sudah ditetapkan sebagai cagar budaya. Nama hotel lantas diubah jadi Savoy Homann Panghegar Heritage Hotel dan berstatus hotel bintang empat.

Pada 1988, krismon melanda Indonesia. Panghegar Group pun memutuskan untuk berkonsentrasi di Hotel Panghegar dan melego Hotel Savoy. Walhasil, mulai 2000, Hotel Savoy Homan beralih kepemilikan ke tangan Yayasan Bidakara (singkatan dari Bank Indonesia Dana Karyawan), pemilik hotel dan menara Bidakara di Jakarta. Di bawah manajemen anak perusahaannya, PT Bidakara Savoy Homann Duaribu, hotel ini berganti nama menjad Hotel Savoy Homann Bidakara. Setelah renovasi pada 2008, sekarang hotel ini punya 185 kamar, 17 ruang meeting, dan banyak fasilitas lainnya.