Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Pengidap AIDS Tewas

Kompas.com - 08/07/2008, 08:52 WIB

MALANG - Gondanglegi, Malang, Jawa Timur, lagi kondang. Bukan kondang dalan ke-legi-an atau keharuman, tapi dalam kepahitan. Bayangkan, dalam dua hari dua pengidap HIV/AIDS di kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Malang bagian selatan ini tewas.

Sabtu (5/7) siang, pengidap berinisial Hd yang berusia 28 tahun meninggal setelah ditolak berobat di RSUD Kanjuruhan dan RSUD Syaiful Anwar. Makam Hd belum kering, tapi pengidap HIV/AIDS lain berinisial Tn (29) menyusulnya. Tn meninggal di RS dr Soetomo, Surabaya, Senin (7/7) pukul 08.00, setelah menjalani perawatan selama dua minggu.

Kemarin siang, jenazah Tn diambil keluarganya dan tiba di Gondanglegi pukul 17.30. Setelah dimandikan dan dishalatkan, malam itu juga Tn dimakamkan di pemakaman umum desanya, seperti para ODA (orang dengan AIDS) lainnya termasuk Hd. Rumah Tn dan Hd hanya berjarak 300 meter, terletak di Desa Gondanglegi Wetan, Kecamatan Gondanglegi.

Gondanglegi dikenal sebagai daerah religius. Di sini banyak sekolah berbasis agama, mulai dari madrasah ibtidaiyah hingga madrasah aliyah. Banyak juga pondok pesantren (ponpes). Rata-rata di setiap desa berdiri dua sampai tiga ponpes. Menginjak tahun 2000, kecamatan yang memiliki dua kelurahan dan 13 desa ini mendapatkan predikat baru: kota narkoba. Narkoba inilah yang mengantar Gondanglegi menjadi kondang sebagai salah satu gudang pengidap HIV/AIDS.

Sejumlah aktivis LSM yang menggeluti kasus HIV/AIDS memperkirakan, pengguna dan pengedar narkoba dari Gondanglegi mendominasi kasus narkoba di wilayah hukum Polres Malang dan Polresta Malang. “Kejayaan” kasus narkoba Gondanglegi terjadi pada kurun waktu 1999-2004. Kala itu tak hanya anak muda, orang tua termasuk ibu rumah tangga pun terjerat narkoba.

"Kita baru sadar setelah banyak pemakai narkoba dinyatakan positif HIV/AIDS," kata anggota tim relawan Klinik Voluntary Cost Testing (VCT) Puskemas Gondanglegi, M Arifin alias Apeng, Senin.

Menurut Apeng, mantan pengguna narkoba jenis heroin suntik ini, saat ini sekitar 350 pengidap HIV/AIDS dibina VCT. Jumlah ini yang terdeteksi setelah mereka mau berobat dan diberi pengertian oleh tim VCT. Jumlah pengidap atau ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) yang enggan atau malu mencapai puluhan. Mereka berada di Gondanglegi dan sekitarnya, seperti Pagelaran, Dampit, dan Turen. Usia mereka berkisar 20 sampai 30 tahun.

"Mereka enggan berobat karena malu dan tak punya biaya sebab untuk sekali berobat saja minimal menghabiskan dana Rp 1,2 juta. Apalagi saat ini mereka banyak yang ditolak rumah sakit dengan alasan namanya tak masuk daftar di Pemkab Malang sehingga tak bisa dilayani dengan Askeskin (Asuransi Kesehatan Keluarga Miskin). Kami sedang memperjuangkan agar para ODHA mendapat kemudahan layanan di RS," ujar Apeng.

Didampingi tim VCT lainnya, Rama Rifa`an alias Temu, Apeng menjelaskan, di antara 350 pengidap HIV/AIDS itu puluhan pasien cukup mengenaskan karena sudah mencapai stadium 3. Itu artinya, usia mereka tinggal menghitung hari jika tak segera diobatkan. Lihat saja pasien berinisial Sgt yang dirawat di rumahnya, seperti terlihat di Surya edisi Senin. Sgt, Hd, atau Wyd bisa jadi representasi pengidap HIV/AIDS di Gondanglegi yang tipikal: miskin.

Ibunda Sgt berjualan kayu bakar, sementara ibu Wyd tak kuat lagi bekerja karena telah berusia 72 tahun. "Jangankan berobat, untuk makan sehari-hari saja kami kesulitan. Saya pinjam ke bank titil. Tiap hari kami harus mengangsur pinjaman di tiga bank titik,” ujar ibu Wyd yang selama ini tak pernah mendapat BLT.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com