Fakfak, Kompas
Menurut Kepala Bidang Pengembangan Perkebunan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Fakfak Rita Idrus, luas total kebun pala di Fakfak 5.241 hektar (ha). Padahal, potensi lahan yang dapat ditanami dan dikembangkan menjadi kebun pala bisa mencapai 10.000 ha.
Dari 5.241 ha itu hanya 2.550 ha yang pohon palanya berproduksi maksimal. Sekitar 2.236 ha lainnya pohon berusia kurang dari lima tahun sehingga belum berproduksi. Selain itu, 455 ha lahan lain tak produktif lagi karena usia pohonnya di atas 25 tahun sehingga perlu peremajaan.
Namun, peremajaan pohon pala jarang dilakukan. ”Dana yang disiapkan pemerintah daerah sedikit. Padahal, kebutuhan (tanaman baru) banyak,” ujar Rita.
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Fakfak Baharuddin LA mengakui, semakin tahun dana yang disediakan pemerintah daerah untuk pengembangan pala semakin sedikit. Tahun 2008 dan 2009, dari dana yang disediakan, dikembangkan 400 ha lahan pala. Namun, tahun 2011, lebih sedikit, hanya sekitar 50 ha, yang dananya berasal dari APBD Fakfak dan APBD Papua Barat.
Masyarakat Fakfak sebetulnya antusias menanam pala. Namun, mereka tetap butuh bantuan modal untuk pembukaan lahan dan pembibitan. Dinas pun fokus menyediakan sekitar 7.000 bibit per tahun. Kebanyakan jenis bibit pala yang diminati adalah pala fakfak, bukannya pala banda, meski rendemen minyak atsiri dari pala banda lebih banyak.
Harga pala selama ini terus meningkat. Tahun 2009, pala basah utuh (bunga dan bijinya) dihargai Rp 120.000-Rp 150.000 per 1.000 biji. Tahun 2011, harganya Rp 500.000 per 1.000 biji. Untuk biji pala yang telah dikeringkan Rp 37.000-Rp 60.000 per kg, sedangkan bunganya (fuli) Rp 180.000 per kg.