Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah mengirimkan bantuan pangan dan menurunkan tim untuk membantu penanganan masalah kekurangan pangan di Kabupaten Yahukimo, Papua.

"Bantuan pangan berupa ubi, 100 ton beras, 1.100 kardus mi instan, ikan asin, kecap dan alat masak juga sudah disiapkan dan akan dikirimkan ke sana," kata Staf Khusus Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Rizal Mallarangeng di Jakarta, Senin.

Sedangkan tim asistensi dari pusat dan daerah, lanjut dia, akan diberangkatkan ke kabupaten yang tahun 2006 mengalami kekurangan pangan itu, pada Selasa (15/9).

Pengiriman tim asistensi dan bantuan pangan ke kabupaten yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2002 itu dilakukan setelah pemerintah daerah setempat melaporkan ancaman kekurangan pangan akibat gagal panen ubi di wilayahnya.

Selama Januari-Agustus 2009, sebanyak 92 orang di 26 distrik di kabupaten itu juga dilaporkan meninggal dunia karena kekurangan pangan dan beberapa penyakit termasuk diare dan Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA).

Lebih lanjut Rizal menjelaskan, tim asistensi akan meninjau beberapa distrik untuk memetakan masalah, merencanakan pola intervensi dan menakar kebutuhan bantuan untuk masyarakat suku Unaukam, Kemial, Mek dan Yali yang tinggal di distrik-distrik rawan pangan tersebut.

"Distrik-distrik di sana sangat sulit dijangkau, ada yang hanya bisa dijangkau dengan pesawat kecil dengan sewa sampai Rp80 juta per jam," katanya.

Ia menambahkan, kalau ditinjau semua ongkos transportasinya akan sangat besar. Lebih baik dananya digunakan untuk pembangunan infrastruktur jalan dan sekolah.

Menurut Bupati Yahukimo Ones Pahabol, saat ini 26 dari 51 distrik di wilayahnya terancam kekurangan pangan karena gagal panen.

"Hujan berkepanjangan yang terjadi di distrik-distrik itu membuat ubi jalar yang ditanam tujuh hingga delapan bulan lalu tidak bisa dipanen sesuai harapan," katanya.

Hal itu dikatakannya usai mengikuti rapat penanggulangan masalah pangan Yahukimo di kantor Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat di Jakarta.

Ones menambahkan, budidaya ubi jalar di wilayah itu juga masih dilakukan secara tradisional sehingga hasilnya baru bisa dipanen dalam waktu tujuh bulan hingga sembilan bulan setelah masa tanam.

"Tidak seperti di Jawa, karena ditanam dengan sistem budidaya yang baik hasilnya bisa dipanen dalam waktu empat bulan," katanya.

Ia menjelaskan pula bahwa ubi jalar merupakan satu-satunya tanaman pangan yang dibudidayakan secara tradisional oleh masyarakat di wilayah itu.

Sehingga kegagalan panen membuat mereka sama sekali tidak punya persediaan pangan.

"Distrik yang gagal panen tahun ini bukan distrik yang sudah mendapatkan pendampingan dalam menerapkan teknik budidaya ubi yang baik karena warganya kelaparan akibat gagal panen tahun 2006 lalu," tambahnya.  (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009