Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah menugaskan PT PLN (Persero) mengambil alih proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Batang, Jawa Tengah, yang macet pelaksanaannya akibat persoalan lahan. Menteri keuangan Bambang P. S. Brodjonegoro menegaskan per 1 Januari 2015, BUMN listrik itu harus sudah menguasai proyek tersebut.
"Jadi (PLN ambil alih PLTU Batang) 1 januari 2015. Pokoknya itu penugasan dari pemerintah," ujar Bambang di kantor Wakil Presiden, Jumat (12/12).
Bambang mengatakan penunjukan PLN bertujuan agar proyek PLTU Batang bisa terlaksana dengan lancar. Mengenai penolakan sejumlah kalangan terkait dampak negatif penggunaan batubara pada proyek tersebut, Bambang menilai itu hal biasa di era demokrasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pokoknya harus selesai," kata Menkeu menegaskan.
Sebagai informasi, proyek PLTU Batang merupakan hasil kerja sama pemerintah dengan swasta (KPS) dengan PT Bhimasena Power Indonesia (BPI), yang dimulai pada 6 Oktober 2011. BPI mengumumkan penandatanganan perjanjian jual beli listrik (
power purchase agreement/PPA) untuk pembelian listrik jangka panjang antara konsorsium BPI dengan PLN.
Perjanjian tersebut menyatakan bahwa BPI akan membangun PLTU Jateng dengan kapasitas total 2x1.000 MW untuk memenuhi kebutuhan pasokan listrik PLN selama 25 tahun ke depan. Namun kini proyek tersebut macet dengan persoalan pembebasan lahan. Ada sekitar 29 hektare lahan yang belum dibebaskan.
Proyek 35 Ribu MegawattBambang Brodjonegoro mengatakan proyek PLTU Batang merupakan bagian dari program pembangunan pembangkit 35 ribu MW yang dipercayakan pemerintah kepada PLN. Untuk pendanaannya, Menkeu mengatakan selain menjalin kemitraan dengan swasta (KPS), akan diupayakan pula pembiayaan dari utang dan penyertaan modal negara (PMN).
"Banyak kemungkinan, bisa dari penggunaan dana PLN sendiri, pinjaman Bank Dunia, lembaga multilateral dan multilateral," katanya.
Menkeu menegaskan PLN selaku perusahaan milik negara harus sanggup merealisasikan program tersebut. Hal ini penting guna menjaga ketahanan listrik nasional dalam menunjang pertumbuhan ekonomi.
"Namanya BUMN kalau ditugasi negara harus sanggup. Karena kalau ekonomi tumbuh 6 persen, maka konsumsi listrik tumbuh 8,4 persen maka pembangkitnya harus ditambah 35 ribu MW," tuturnya.