Sukses

Prancis Mengeruk Uranium Melawi?

Prancis disebut-sebut mengeruk ratusan ton uranium dari Kabupaten Melawi, Kalbar. Tokoh masyarakat setempat meminta pemerintah dan Batan menjelaskan soal eksplorasi yang berlangsung 30 tahun silam itu.

Liputan6.com, Melawi: Melawi, sebuah kabupaten di Kalimantan Barat yang dimekarkan setahun silam ternyata menyimpan cerita besar. Wilayah ini memiliki kandungan uranium sekitar 24 ribu ton yang setara dengan kebutuhan listrik sebesar 9.000 megawatt selama 125 tahun ke depan. Namun potensi itu telah dikeruk negara lain. Prancis disebut-sebut telah menguras kandungan uranium di Desa Kalan, Kecamatan Ella Hilir, Melawi.

Informasi yang diperoleh Tim Sigi SCTV menyebut Prancis masuk ke pedalaman Kalbar mendompleng Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), sejak 1973. Aktivitas dan keberadaan perusahaan yang mengeruk kekayaan alam Melawi selama 33 tahun itu tak pernah diketahui pemerintah setempat. Benarkah, uranium Melawi telah dicuri? Berbekal informasi itu Tim Sigi SCTV menelisik langsung ke pedalaman Melawi, baru-baru ini.

Desa Kalan adalah salah satu dari enam titik wilayah yang menyimpan kandungan uranium. Lokasi eksplorasi uranium bisa dicapai melalui jalan sepanjang sekitar 22 kilometer dengan medan yang berat. Di tempat itu terdapat Pos Keamanan Batan yang menjaga lokasi penambangan bahan pembuat bom nuklir itu.

Bersama dua mantan karyawan Komisariat Energi Atom Prancis (CEA) dan beberapa petugas Batan, Tim Sigi SCTV menelusuri pengeboran di Desa Kalan. Setelah mendaki hampir dua jam, tim tiba di mulut terowongan. Goa sepanjang kurang lebih 600 meter ini dibangun untuk menghubungkan titik-titik pengeboran uranium.

Di sekitar terowongan, sesekali didapati batu sampel uranium yang tertutup alang-alang. Menurut mantan ahli geologi CEA Said Marjan, sampel batu tersebut berkadar uranium rendah. Sementara yang berkadar uranium tinggi sudah raib sekitar 30 tahun silam.

Nanga Kalan dan sekitarnya hanyalah bagian kecil dari proyek raksasa eksplorasi dan eksploitasi uranium di Kalimantan. Dari luas wilayah 175 ribu kilometer persegi yang diteliti, 39 ribu kilometer persegi terbukti mengandung uranium sebesar 24.112 ton uranium. Ratusan ton di antaranya telah diboyong ke luar negeri.

Indonesia telah kecolongan uranium. Kesadaran yang seolah terlambat datang itu kini ramai dilantangkan para tokoh masyarakat Melawi. Eksplorasi uranium di hutan Nanga Pino, Nanga Elah, dan Nanga Kalan dilakukan selama delapan tahun sejak 1969. Eksplorasi dilakukan oleh perusahaan Prancis yang tergabung dalam CEA dengan berkerja sama dengan Batan.

Menurut Ketua DPRD Melawi Sukirman, ekplorasi uranium di wilayahnya menjadi sebuah proyek yang sangat misterius. "Sampai sekarang kita tak bisa ikut mengakses ataupun memahami apa kegiatan itu," jelas Sukirman. Sejauh ini, pihaknya hanya mengetahui penambangan itu untuk penelitian.

Lantas, ke mana larinya uranium Melawi? Seorang petugas bandar udara di Melawi mengaku mengetahui persis uranium Melawi diangkut orang-orang Prancis. "Mereka kalau terbang pasti bawa sampel batu itu," ujar pria yang enggan disebut namanya itu. Setiap pemberangkatan, orang-orang Prancis itu membawa sampel batu tiga hingga lima kotak dengan berat masing-masing 20-35 kilogram.

Namun hal ini dibantah Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kalbar Aryanto B.H. Menurutnya, sangat tidak mungkin uranium bisa lolos begitu saja. "Ada regulasi yang harus dipenuhi," tambah Aryanto. Pasalnya, uranium adalah suatu bahan galian yang memancarkan sinar alfa, beta, dan gamma yang cukup kuat.

Batan juga membantah jika uranium Indonesia dibawa lari ke luar negeri. Direktur Pusat Pengembangan Geologi Nuklir Batan Sanwijaya Sastratenaya menjelaskan memang ada sejumlah sampel batu uranium untuk diteliti di Prancis. Namun jumlahnya tak terlalu besar bahkan tak nyaris tak berarti.

Lebih jauh, Sanwijaya menjelaskan bahwa kehadiran CEA di Kalbar adalah murni kerja sama dua negara yang berlangsung sejak 1969 hingga 1977. CEA hengkang karena Indonesia saat itu belum ingin mengeksploitasi uraniumnya. "Kerja sama ini berakhir kurang smooth, kurang enak," ungkap Sanwijaya.

Tapi, tuntutan keterbukaan tetap saja muncul. Sukirman berharap adanya satu koordinasi soal pengelolaan uranium di Melawi. "Daerah paling tidak mengetahui," tambah Sukirman. Demikian juga dengan pembangunan saran dan prasara wilayah ke daerah eksplorasi seperti jalan.

Hal ini tampaknya sulit dipenuhi. Batan menyebut kewenangan atas urusan barang strategis seperti uranium berada di tangan pemerintah pusat. Meski demikian, Sanwijaya mengaku lembaganya menyimpan 740 kg uranium asal Melawi untuk bahan penelitian. "Sebanyak 200 kilogram itu kita simpan di sini [Jakarta] sisanya kita kirim ke pusat Batan di Yogyakarta," jelas Sanwijaya.

Pemerintah saat ini memang tengah mengkaji kemungkinan memanfaatkan uranium sebagai alternatif energi untuk memenuhi kebutuhan listrik di masa mendatang. Namun Batan belum terpikir untuk mengeksploitasi uranium di Melawi. Sebab, keperluan uranium dalam negeri untuk tiga reaktor yang terdapat di Bandung, Yogyakarta, dan Serpong belum terlampau besar. "Tidak masuk akal konsumsi yang begitu [sedikit] kita harus menambang, jelas Kepala Batan Soedyartomo Soentono sambil menambahkan bahwa uranium banyak dijual di pasar internasional dengan harga murah.

Terlepas dari semua ini, menjaga uranium untuk kebutuhan energi sangatlah penting dilakukan. Namun jauh lebih penting lagi untuk memagari uranium Indonesia agar tidak dicolong dan digunakan untuk merusak perdamaian dunia. Apalagi Indonesia adalah salah satu penandatangan konsensus internasional uranium untuk perdamaian.(TOZ)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini